Berebut Nomor Urut di Sistem Pemilu Terbuka Terbatas
21.11daftar caleg kota bekasi - Calon anggota legislatif di nomer urut satu sangat diuntungkan serta sangat berkesempatan dipilih dalam skema pemilu terbuka hanya terbatas. Persaingan perebutan nomer urut berkesempatan berbuntut pada korupsi.
Skema pemilu tetap jadi rumor penting dari pertama sampai mendekati akhir bahasan Perancangan Undang-undang (RUU) Pemilu. Perihal ini tunjukkan jika perbincangan tidak sempat selesai pada partai simpatisan skema pemilu seimbang terbuka serta tertutup.
Sampai mendekati tenggat penyelesaian RUU Pemilu, muncul arti skema proposional terbuka hanya terbatas menjadi titik tengah simpatisan dua skema itu. Skema ini disebutkan akan jadi salah satunya pilihan untuk di-voting.
“Alternatif skema seimbang terbuka hanya terbatas itu bukan terjemahan seperti berada di draft RUU Pemilu kita (draft awal yang diserahkan pemerintah—red). Terbuka hanya terbatas paling akhir itu ialah bila coblos partai semakin banyak, penentuan calon dipilih kembali pada partai—siapa yang diletakkan atau dapat direpresentasikan ke nomer urut,” kata Fandi Utomo, anggota Panitia Spesial (Pansus) RUU Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari partai Demokrat, menuturkan arti terbuka terbata pada suatu diskusi di Jakarta (12/5).
Skema seimbang terbuka hanya terbatas ke arah pada pergantian formula penentuan calon dipilih. Bila pemilih di daerah penentuan semakin banyak pilih simbol partai, pemenang pemilu legislatif (pileg) diputuskan melalui nomer urut calon anggota legislatif (skema tertutup). Akan tetapi, bila yang semakin banyak diambil ialah calon legislatif, yang memperoleh kursi di daerah penentuan (dapil) itu ialah calon legislatif yang mendapatkan nada paling banyak itu (skema terbuka). Masalah pemberian nada, pemilih bebas pilih sinyal gambar partai atau calon anggota legislatif.
Dalam skema terbuka hanya terbatas, calon legislatif di nomer urut satu sangat diuntungkan.
Di seimbang terbuka penuh saja, calon legislatif di nomer urut satu masih tetap menguasai keterpilihan. Data Pusat Analisis Politik (Puskapol) FISIP UI pada hasil Pemilu 2009 serta 2014 tunjukkan keterpilihan di nomer urut satu ada pada besaran 60 %. Keterpilihan calon legislatif di nomer urut satu pada pemilu 2009 sebesar 64,96 % serta pada pemilu 2014 sebesar 62,14 %. Sesaat calon legislatif pada nomer urut lainnya, angka keterpilihannya cuma sekitar di angka 7 %.
Di skema terbuka hanya terbatas, calon legislatif di nomer urut satu akan semakin diuntungkan. Dengan ikuti nalar pemilu terbuka hanya terbatas di Pemilu 2014, akan ada 77 calon legislatif di nomer urut satu yang diuntungkan. Sekitar 77 orang peraih nada paling banyak akan memberi kursinya pada calon di nomer urut satu. 77 calon anggota legislatif ini mendapatkan nada paling banyak tetapi tidak melebihi perolehan nada partai. Dalam nalar skema terbuka hanya terbatas, mereka tidak akan mendapatkan kursi sebab formula penentuan calon kembali ke nomer urut.
“Orang di nomer urut besar ini akan tidak dipilih. Malah nomer urut satu yang akan dipilih,” kata Khoirunnisa Agustyati, periset pada Perkumpulan untuk Pemilu serta Demokrasi (Perludem).
Berbuntut korupsi
Nomer urut satu akan semakin seksi serta diperebutkan sebab privilese berlebihan yang dimiliki calon legislatif di nomer urut satu. Dalam kampanye contohnya, calon nomer urut satu akan diuntungkan ikut oleh kampanye yang dikerjakan oleh parpol. Saat partai mengampanyekan coblos logo partai, calon nomer urut satu diuntungkan. Bila di hasil akhir semakin banyak yang pilih logo partai, kelak nomer urut satu yang dipilih.
“Simulasi hitungan tunjukkan calon legislatif akan berada di tempat aman itu jika calon legislatif berada di nomer urut satu. Ini akan tidak menjawab permasalahan politik uang. Sebab calon legislatif akan berkompetisi antar calon legislatif dan berkompetisi dengan partai politiknya,” tandas Almas.
Keadaan ini akan berjumpa dengan keadaan partai yang tidak mempunyai skema rekrutmen calon legislatif yang ideal. Partai tidak memicu rekrutmen pada merit sistem. Preferensi penetapan rincian calon masih malah berada di tangan segelintir elit saja.
“Caleg tetap akan berkompetisi juga. Ini malah akan memunculkan candidacy buying. Mereka akan berebutan nomer urut di parpol,” kata Almas Sjafrina, periset pada Indonesia Corruption Watch (ICW).
Candidacy buying atau beli referensi dalam buku Korupsi Pemilu di Indonesia didefinisikan menjadi usaha politisi untuk direferensikan jadi calon anggota legislatif atau eksekutif lewat cara membayar atau meniming-imingi elit partai. Proses jual beli referensi ini berawal dari dua sebelah pihak baik penawaran dari elit partai ataupun calon yang tidak yakin diri sebab kurangnya kemampuan menjadi wakil rakyat.
Jadi tidak heran bila banyak anggota legislatif terlilit korupsi. Perihal ini dikarenakan langkah mendapatkan kekuasaan menjadi wakil rakyat didapat dengan cost tinggi serta lewat cara yang koruptif juga.